Dalam dunia Perjanjian Lama, nazar adalah hal yang sangat penting. Seorang yang telah mengucapkan nazar harus melaksanakan nazarnya karena dia telah berjanji kepada Tuhan. Nazar disebut juga nadir atau kaul atau janji yang harus ditepati.
Adalah seorang hakim atau pemimpin bangsa Israel bernama Yefta bin Gilead (Hakim-hakim 11:29-40). Ibu Yefta adalah seorang perempuan sundal.Yefta sendiri adalah pemimpin perampok.Saat itu bangsa Israel sedang berperang dengan bangsa Amon. Lalu, Roh Tuhan menghinggapi Yefta. Dia menggalang perlawanan terhadap bangsa Amon. Dia bernazar kepada Tuhan bahwa jika Tuhan memberi kemenangan kepada dia atas bangsa Amon maka apa yang keluar dari pintu rumahnya untuk menyambutnya akan dipersembahkannya kepada Tuhan sebagai korban bakaran (Hakim-hakim 11:30-31).Nazar ini untuk kita yang hidup pada jaman modern ini adalah suatu kebodohan karena dia merupakan tindakan melanggar hukum (tetapi,pada jaman itu bisa diterima, bukanlah kejahatan). Yang jelas, Yefta ceroboh dengan kata-katanya sebab nyatanya yang menyambut dia setelah menang perang terhadap bangsa Amon adalah putri tunggalnya. Nasi sudah jadi bubur !
Hanya sekali, Tuhan meminta Abraham mengorbankan anak kesayangannya, Ishak, sebagai korban bakaran bagi Tuhan. Tuhan hanya bermaksud menguji dia. Akhirnya, Ishak digantikan oleh seekor domba jantan. Ishak tetap hidup(Kejadia 22:1-19).Abraham saat itu tidak bernazar. Dalam jaman Perjanjian Baru, tidak ada catatan tentang mempersembahkan anak sebagai korban bakaran.
Dalam hal bernazar, Perjanjian Baru juga tidak memberi penegasan. Hanya ada catatan tentang janji Petrus kepada Yesus untuk tidak menyangkal Dia. Tetapi,Petrus gagal menepati janji itu (Matius 26:33).
Belajar dari Yefta, kita hendaknya berhati-hati dengan perkataan. Setiap orang hendaklah lambat untuk berkata-kata (Yakobus 1:19). Janganlah bernazar, jika engkau tidak dapat menepatinya (Pengkhotbah 5:4). Karena keterbatasan manusia,janganlah kita bernazar kepada Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar